Tasawuf sering juga disebut sebagai sufisme dalam Islam. Tasawuf sendiri bukanlah gejala yang ghaib dan paranormal, seperti kemampuan membaca pikiran, telepati, ataupun pengangkatan ke tahap yang tertinggi. Memang banyak penganut sufisme sejati dari berbagai agama memiliki kemampuan tersebut, tetapi hal itu bukan unsur yang utama dalam tasawuf.
Pada dasarnya pengertian tasawuf tidak dapat dirumuskan secara detail, hal ini terjadi karena pengalaman sufistik tergantung pada masing-masing pengalaman tokoh sufi. Tasawuf sendiri pada intinya adalah sesuatu yang memfokuskan diri kepada Alloh.
Hal ini juga berkaitan dengan sebuah kecintaan. Cinta bisa dikatakan dengan perasaan yang menginginkan kedekatan diri dari adanya rasa kasih sayang yang kuat. Bisa disimpulkan tasawuf cinta adalah rasa sayang dan kedekatan dengan sang pencipta.
Unsur Islam
Para tokoh sufi sepakat jika Islam adalah sumber utama ajaran tasawuf. Ajaran ini bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits. Di dalam al-Qur'an banyak ditemukan ayat yang berbicara tentang ajaran tasawuf. Contoh tersebut bisa dilihat pada surat al-Maidah ayat 54 yang membahas tentang mahabbah. Sejalan dengan al-Qur'an, al-Hadits juga banyak membicarakan kehidupan rohaniyah.
Selain itu, bisa dilihat dalam kehidupan Rasulullah yang banyak menggambarkan sikap mahabbah kepada sang pencipta. Contoh ini diambil ketika Rasulullah sedang mengasingkan diri di Gua Hira' untuk mendekatkan diri kepada Alloh.
Unsur di Luar Islam
Menurut Ignas Goldziher ajaran tasawuf merupakan pengaruh dari luar unsur-unsur Islam. Goldziher mengatakan bahwa ajaran tasawuf merupakan ajaran dari berbagai agama dan kepercayaan.
Unsur agama dan kepercayaan di luar Islam antara lain unsur pengaruh dari agama Nasrani, Hindu-Budha, Yunani dan Persia.
Dalam agama dan kepercayaan lain juga mengajarkan tentang tasawuf sebagai pembersih diri dan pendekatan kepada sang pencipta. Selain agama Islam, agama ini juga memiliki teori sendiri tentang tasawuf.
Menurut Schimmel ajaran tasawuf memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1. Persinggahan dan tingkatan.
Persinggahan atau tingkatan pertama diatas jalan atau lebih tepat mula pertamanya, ialah Taubat atau penyesalan. Taubat berarti berpaling dari dosa dan melepaskan urusan dunia yang salah. Taubat dapat dibangkitkan dalam jiwa oleh peristiwa lahiriyah apapun.
2. Cinta dan Peleburan
Cinta dan makrifat, kadang-kadang keduanya dianggap lebih utama dan ada kalanya makrifat dipandang lebih tinggi. Ghazali menekankan, cinta tanpa makrifat tidak mungkin karena orang dapat mencintai sesuatu yang dikenal. Para sufi telah mencoba menggambarkan berbagai segi makrifat, yaitu pengetahuan yang tidak dicapai melalui penalaran akal tetapi merupakan pemahaman yang lebih tinggi mengenai rahasia ketuhanan. Satu-satunya jalan untuk mendekati kekasih Ilahi adalah dengan senantiasa mensucikan diri.
Mengenai pernyataan Jalaludin Rumi, sedikit simak profil beliau.
Nama Rumi yang sebenarnya adalah Jalal Al-Din Muhammad, namun belakangan ia lebih dikenal sebagai Jalal Al-Din Rumi atau Rumi saja. Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi'ul Awal 604 Hijriyah atau bertepatan 30 September 1207. Orang-orang Arghan dan Persia lebih suka memanggilnya dengan sebutan Jalaluddin "Balkhi", karena keluarganya tinggal di Balkhi sebelum berhijrah ke arah Barat. Bahauddin Walad, ayah Jalaluddin tinggal dan bekerja sebagai hakim dan khitab dengan kecenderungan-kecenderungan yang mengarah kepada Tasawuf. Ayahnya adalah seorang pengarang kitab Ma'arif, sebuah ikhtisar panjang tentang ajaran-ajaran rohani yang sangat dikuasai Rumi. Kelak corak dan isinya tampak jelas mempengaruhi karya-karyanya.
Jalaludin sangat tekun dalam mempelajari ilmu al-quran, baik dalam membacanya maupun dalam menafsirkanya. Ia juga mempelajari fiqih dan hadits. Pengetahuannya yang sangat luas dalam kajian keislaman ditunjukkan dalam karya-karyanya yang mendalam.
Setelah kematian ayahnya, salah seorang mantan muridnya Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dari Termez tiba di Konya. Dialah yang memperkenalkan Rumi muda dengan misteri kehidupan spiritual.
Sejak saat itu Rumi mencurahkan perhatian terhadap mistisme secara mendalam. Ia menjadi seorang penyuka puisi-puisi Arab karya Al-Mutanabbi. Ia sering mengutip bait bait Al-Mutanabbi dalam karya-karyanya. Setelah sekian lama mengikuti Burhanuddin, Rumi dikirim ke Aleppo dan Damaskus untuk melengkapi pengetahuannya dengan pelatihan spiritual formal. Di sana ia berguru pada ahli-ahli sufi yang lain. Tapi walaupun berguru pada ahli-ahli sufi yang lain, Rumi tetap berada di bawah pengawasan Burhanuddin hingga tahun 1240 M. Ketika Burhanuddin wafat di Keyseri, beberapa tahun setelah kematian gurunya, Rumi menjadi guru yang melayani murid dan pengikutnya.
Konsep Mahabbah menurut Jalaludin Rumi
Rumi menjelaskan bahwa cinta seperti keledai di dalam paya. Dan pena yang berusaha menggambarkannya akan hancur berkeping-keping. Begitulah kata Maulana dalam Masnawi yang dikutip oleh Schimmel.
"Bagaimana keadaan sang pencinta?" tanya seorang lelaki
Kujawab, "Jangan bertanya seperti itu, sobat;
Bila engkau seperti aku, tentu engkau akan tahu;
Ketika Dia memanggilmu, engkaupun akan memanggil-Nya."
Rumi menyebutkan bahwa yang pertama diciptakan Tuhan adalah cinta. Rumi menganggap cinta sebagai kekuatan kreatif paling dasar yang menyusup ke dalam setiap mahluk dan menghidupkan mereka. Cinta pulalah yang bertanggung-jawab menjalankan evolusi alam dari materi anorganik yang berstatus rendah menuju level yang paling tinggi pada diri manusia. Menurut Rumi cinta adalah penyebab gerakan dalam dunia materi, bumi dan langit berputar demi cinta. Ia berkembang dalam tumbuhan dan gerakan dalam makhluk hidup. Cintalah yang menyatukan partikel-partikel benda. Cinta membuat tanaman tumbuh, juga meggerakkan dan mengembang-biakkan binatang.
Semasa hidupnya Jalaludin Rumi terkenal akan tarekatnya, yaitu tarekat Mawlawiyah. Mawlawiyah berasal dari kata 'Mawlana' sebuah gelar yang diberikan murid-muridnya sebagai sufi penyair Persia terbesar sepanjang masa. Tarekat ini didirikan Rumi sekitar 15 tahun terakhir hidupnya.
Tarekat ini memiliki makna jalan kecil, yaitu sebuah perjalanan spiritual menuju pada sang Pencipta.
William Chittik dalam bukunya The Sufi Doctrine of Rumi menjelaskan bahwa ciri utama tarekat ini adalah konsep spiritual, sama', yang dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilang guru yang beliau cintai, Syamsuddin Tabriz.
Sejak saat itu Rumi sangatlah sensitif dengan hal-hal yang berbau musik, bahkan suara pukulan palu bisa membuat dia ingin melantunkan syair dan puisi.
Dalam tarekat ada penjelasan mengenai Sama' yang dilakukan dengan sebuah tarian berputar. Tarian ini telah menjadi ciri khas dalam tarekat Jalaludin Rumi. Dalam dunia Barat tarekat Jalaludin Rumi dikenal dengan The Whirling Darvish. Tarian ini dimainkan oleh para darwish (penganut sufi) dalam pertemuan sebagai dukungan eksternal terhadap upacara-upacara.
Meskipun tarekat ini tidak sebesar tarekat muktabaroh lainnya, tetapi tarekat ini masih berjalan sampai sekarang. Di Indonesia sendiri tarekat ini perkembangannya cukup pesat serta banyak peminatnya.
Karya-karya Jalaludin Rumi
Semasa hidupnya Jalaludin Rumi juga memiliki karya sebuah buku, tetapi buku tersebut tidak ditulis sebagaimana orang lain melakukannya. Jalaludin Rumi menyampaikan sebuah karya prosa ataupun puisi secara lisan yang kemudian dicatat oleh para pengikutnya. Kemudian hasil tersebut Rumi periksa kembali. Diantara karya-karyanya yaitu, Matsnawi, Fihi ma Fihi, Rubiyat, Majlis-I Sab'ah, Makatib dan Diwan.
Dengan demikian, telah diketahui bahwa tasawuf cinta adalah sesuatu yang berhubungan dengan pembersihan jiwa dan melakukan sebuah pendekatan yang mendalam dengan menuju keridhaan Alloh. Salah satu tokoh yang dikenal akan konsep tasawufnya yaitu Jalaludin Rumi. Jalaludin Rumi adalah tokoh sufi yang mendalami konsep tasawuf dengan banyak membuat syair dan lantunan puisi. Ia juga seorang yang memperkenalkan sebuah tarekat dengan nama Mawlawiyah, di dalam tarekat tersebut ia juga memperkenalkan sebuah tarian sufi.
Selain itu, beliau juga memiliki banyak karya yang sampai sekarang masih banyak yang mempelajari. Keunikan dari karya beliau yaitu pada penulisannya, beliau melakukan metode pendektean yang di tulis muridnya dan kemudian tulisan tersebut beliau periksa kembali.
Di Indonesia sendiri konsep tasawuf Jalaludin Rumi memiliki perkembangan yang cukup pesat serta banyak peminatnya, selain itu banyak konsep beliau yang memiliki kekhasan tersendiri.
(Kompasiana//Fahma Waq)