by: Nana Suryana
Kalau kita mau jujur dan masih dalam koridor waras alias sehat lahir batin, kita pasti tak sudi menerima kegagalan.
Mengapa? Karena kegagalan adalah sesuatu yang tidak mengenakan. Tidak nyaman. Bahkan mungkin akan terasa menyakitkan. Oleh karena itu dengan sekuat urat dan tenaga, kita pasti akan berupaya untuk mengusir kegagalan dari kehidupan kita.
Namun demikian, kegagalan rupanya sudah terlanjur akrab dalam setiap denyut nadi kita. Kegagalan telah menjadi bagian dari hidup kita. Tak ada manusia di jagat raya ini yang belum pernah mengalami kegagalan. Sebagai seorang pegawai, misalnya, tentu pernah merasakan adanya target yang tidak tercapai. Banyak sasaran yang melenceng dari target. Atau kegagalan menghadapi kehidupan lainnya, misalnya cinta kasih yang tak sampai ke pelaminan. Akhirnya yang namanya sukses menjadi harapan tinggal fatamorgana. Dalam istilah yang menyentil dikatakan juga sebagai "gigit jari."
Lantas mengapa kita harus mengalami kegagalan? Atau mengapa kita tak ramah dengan sukses, malah lebih suka bersua dengan wajah kekecewaan? Apakah kegagalan sebuah realitas hidup yang wajib dan mutlak keberadaannya. Lantas mengapa sebuah kegagalan harus disikapi dengan bijak?
Tapi, ah, rupanya kegagalan tak harus terjadi dalam semalam. Sukses pun tak lantas tercapai dalam sehari. Kedua tesis di atas sangat sederhana namun cukup teruji kebenarannya. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah kemampuan kita untuk mengambil langkah-langkah kecil guna menggapai hasil yang besar. Dan sebuah kegagalan sebenarnya adalah ketidakmampuan menghindari hal-hal kecil. Hingga ia menumpuk sedemikian besar dan tak terelakan lagi.
Mari kita ambil sebuah contoh kasus gagal jantung. Sesungguhnya serangan jantung tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi bertahun-tahun bahkan memakan waktu puluhan tahun. Penyakit jantung mungkin telah tertimbun sejak mulai merokok, serta pola makan yang tidak sehat atau tidak seimbang. Bisa pula akibat kondisi stress dan malas berolahraga. Akibatnya sedikit demi sedikit pembuluh darah semakin menyempit. Dampak lanjutannya cukup serius, terjadi kegagalan jantung. Kini yakin lah seperti yang dikatakan para dokter jantung bahwa kegagalan jantung itu sesungguhnya terjadi secara bertahap. Secuil demi secuil.
Demikian halnya tentang sebuah keberhasilan. Ia pun sesungguhnya berlangsung dengan modus yang sama. Sedikit demi sedikit ditumpuk secara intens sehingga kesuksesan itu lama kelamaan menjadi numpuk. Bahkan semakin besar dengan menghasilkan buah manis dan ranum.
Contoh yang agak teoritis demikian. Jika seseorang mempelajari lima kata bahasa Inggris per hari maka dalam setahun dia akan memiliki hampir dua ribu kosa kata dan dalam lima tahun pasti bisa menguasai sepuluh ribu kosa kata. Tetapi berapa banyak kah orang yang sanggup melakukannya? Tentu tak banyak, termasuk para mahasiswa dan kaum sarjana serta tentu saja penulis sendiri. Sehingga kalau ada pertanyaan, berapakah lulusan perguruan tinggi yang mampu berbahasa Inggris dengan lancar? Tentu saja tidak banyak. Mengapa? Karena mereka gagal membunuh kemalasan hingga tak sudi menghafal lima kata Inggris per hari. Persis seperti yang dialami penulis.
Ada beberapa rahasia kegagalan yang bisa menjadi bahan renungan kita. Diantaranya adalah gagal mengucapkan terima kasih. Gagal minta maaf. Gagal memberi perhatian pada seorang staff. Gagal meningkatkan kesejahteraan karyawan. Gagal megurus organisasi. Gagal bertekun saat bekerja. Gagal berolahraga setengah jam per hari. Gagal membawa mobil ke bengkel untuk service rutin. Gagal menabung 5% dari penghasilan per bulan. Gagal menutup mulut dari ucapan tak bermutu. Gagal mendirikan sholat tepat waktu. Gagal berlaku jujur dengan vendor. Gagal melakukan transformasi, Gagal mendidik keluarga. Dan yang paling parah adalah gagal tersenyum alias cemberut seumur-umur.
Serta tentu saja masih ada ribuan kegagalan lainnya yang ujung-ujungnya bisa gagal ginjal dan gagal jantung sampai pada gagal bernafas sehingga gagal hidup lebih lama. Yang paling repot dan justru paling dikhawatirkan adalah gagal masuk surga. Alaaa Maaakkk...! (N425) ).
Kalau kita mau jujur dan masih dalam koridor waras alias sehat lahir batin, kita pasti tak sudi menerima kegagalan.
Mengapa? Karena kegagalan adalah sesuatu yang tidak mengenakan. Tidak nyaman. Bahkan mungkin akan terasa menyakitkan. Oleh karena itu dengan sekuat urat dan tenaga, kita pasti akan berupaya untuk mengusir kegagalan dari kehidupan kita.
Namun demikian, kegagalan rupanya sudah terlanjur akrab dalam setiap denyut nadi kita. Kegagalan telah menjadi bagian dari hidup kita. Tak ada manusia di jagat raya ini yang belum pernah mengalami kegagalan. Sebagai seorang pegawai, misalnya, tentu pernah merasakan adanya target yang tidak tercapai. Banyak sasaran yang melenceng dari target. Atau kegagalan menghadapi kehidupan lainnya, misalnya cinta kasih yang tak sampai ke pelaminan. Akhirnya yang namanya sukses menjadi harapan tinggal fatamorgana. Dalam istilah yang menyentil dikatakan juga sebagai "gigit jari."
Lantas mengapa kita harus mengalami kegagalan? Atau mengapa kita tak ramah dengan sukses, malah lebih suka bersua dengan wajah kekecewaan? Apakah kegagalan sebuah realitas hidup yang wajib dan mutlak keberadaannya. Lantas mengapa sebuah kegagalan harus disikapi dengan bijak?
Tapi, ah, rupanya kegagalan tak harus terjadi dalam semalam. Sukses pun tak lantas tercapai dalam sehari. Kedua tesis di atas sangat sederhana namun cukup teruji kebenarannya. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah kemampuan kita untuk mengambil langkah-langkah kecil guna menggapai hasil yang besar. Dan sebuah kegagalan sebenarnya adalah ketidakmampuan menghindari hal-hal kecil. Hingga ia menumpuk sedemikian besar dan tak terelakan lagi.
Mari kita ambil sebuah contoh kasus gagal jantung. Sesungguhnya serangan jantung tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi bertahun-tahun bahkan memakan waktu puluhan tahun. Penyakit jantung mungkin telah tertimbun sejak mulai merokok, serta pola makan yang tidak sehat atau tidak seimbang. Bisa pula akibat kondisi stress dan malas berolahraga. Akibatnya sedikit demi sedikit pembuluh darah semakin menyempit. Dampak lanjutannya cukup serius, terjadi kegagalan jantung. Kini yakin lah seperti yang dikatakan para dokter jantung bahwa kegagalan jantung itu sesungguhnya terjadi secara bertahap. Secuil demi secuil.
Demikian halnya tentang sebuah keberhasilan. Ia pun sesungguhnya berlangsung dengan modus yang sama. Sedikit demi sedikit ditumpuk secara intens sehingga kesuksesan itu lama kelamaan menjadi numpuk. Bahkan semakin besar dengan menghasilkan buah manis dan ranum.
Contoh yang agak teoritis demikian. Jika seseorang mempelajari lima kata bahasa Inggris per hari maka dalam setahun dia akan memiliki hampir dua ribu kosa kata dan dalam lima tahun pasti bisa menguasai sepuluh ribu kosa kata. Tetapi berapa banyak kah orang yang sanggup melakukannya? Tentu tak banyak, termasuk para mahasiswa dan kaum sarjana serta tentu saja penulis sendiri. Sehingga kalau ada pertanyaan, berapakah lulusan perguruan tinggi yang mampu berbahasa Inggris dengan lancar? Tentu saja tidak banyak. Mengapa? Karena mereka gagal membunuh kemalasan hingga tak sudi menghafal lima kata Inggris per hari. Persis seperti yang dialami penulis.
Ada beberapa rahasia kegagalan yang bisa menjadi bahan renungan kita. Diantaranya adalah gagal mengucapkan terima kasih. Gagal minta maaf. Gagal memberi perhatian pada seorang staff. Gagal meningkatkan kesejahteraan karyawan. Gagal megurus organisasi. Gagal bertekun saat bekerja. Gagal berolahraga setengah jam per hari. Gagal membawa mobil ke bengkel untuk service rutin. Gagal menabung 5% dari penghasilan per bulan. Gagal menutup mulut dari ucapan tak bermutu. Gagal mendirikan sholat tepat waktu. Gagal berlaku jujur dengan vendor. Gagal melakukan transformasi, Gagal mendidik keluarga. Dan yang paling parah adalah gagal tersenyum alias cemberut seumur-umur.
Serta tentu saja masih ada ribuan kegagalan lainnya yang ujung-ujungnya bisa gagal ginjal dan gagal jantung sampai pada gagal bernafas sehingga gagal hidup lebih lama. Yang paling repot dan justru paling dikhawatirkan adalah gagal masuk surga. Alaaa Maaakkk...! (N425) ).