Ditilang
polisi merupakan peristiwa paling menyebalkan nomor dua. Tentu saja
setelah peristiwa menyebalkan nomor satu yaitu ditolak cinta mentah2.
Tapi itu spesial bagi kaum bujangan sich. Bagi yang sudah berbini dan
beranak-pinak, ketika ditolak cinta, biasanya dianggap sebagai
musibah saja. Walaupun tetap saja lumayan menyesakkan dada bahkan sakitnya bisa menyayat hingga ke ulu hati.
Tapi ini bukan cerita menyoal cinta, tapi soal pengalaman si Kamsuy ditilang polisi.
Tapi ini bukan cerita menyoal cinta, tapi soal pengalaman si Kamsuy ditilang polisi.
Yang
paling jengkelin kalo lagi enak2 berkendara tiba2 disuruh minggir pak
polisi. Dengan alasan tidak jelas atau dicari-cari, ya, akhirnya
diminta menunjukkan sim dan stnk juga. Alasannya macam2 . Biasanya: helm
tidak SNI, kaca spion kurang satu, suara kenalpot kegedean sampai
pada kondisi ban yang sudah botak.
Kalau tilang untuk alasan seperti itu biasanya tarif Rp.25 ribu bayar ditempat sudah lumrah. Seperti beberapa waktu lalu ketika si Kamsuy ditilang polisi.
Kalau tilang untuk alasan seperti itu biasanya tarif Rp.25 ribu bayar ditempat sudah lumrah. Seperti beberapa waktu lalu ketika si Kamsuy ditilang polisi.
Polisi:
“Selamat siang. Saudara tidak pake helm SNI seperti yang
dianjurkan, jadi saudara saya tilang...”
Kamsuy: “Ini juga helm pak, sama-sama untuk melindungi kepala pak, lagian saya kan jalan pelan2 pak...”
Polisi: “Helm apanya? Ini kan ember bekas cat tembok 5 kg. Saudara ini bagaimana? Kalau mau ber-ulah di jalan raya, sekalian saja pake ember yang masih ada cat temboknya, biar cat temboknya lumer menutupi muka saudara, dengan begitu saudara dianggap orang sinting...” (kata polisi itu sambil menempatkan telunjuk di jidatnya dengan posisi miring).
Kamsuy: “Tapi saya juga bawa helm beneran pak, ini apa pak..” (Kamsuy pun menunjuk pada helm yg disimpan diatas speedometer).
Polisi: “Justru itu, napa helm ini ga dipake? Malah speedometer motornya yang dikasi helm. Sudah jangan banyak cingcong, pokoknya saudara saya tilang...”
Kamsuy: “Ya, udah kalo gitu, tapi kita damai saja ya pak, ni ada buat bapak Rp.25 ribu pak...”
Polisi: “Maksud saudara apa, nanti dibilang saya memeras atau polisi kena suap, terus ditulis di media sosial atau dilaporkan ke polres lagi.”
Kamsuy: “Gak deh pak, bener, cuma kita bertiga aja yang tau pak...”
Polisi: “Beneran nih? Ya, udah cepetan, dari tadi kek ngomong...”
Kamsuy
pun mengeluarkan dompet dan melihat isinya. Rupanya uang Kamsuy
tinggal selembar-lembarnya Rp.50 ribu. Dia bingung. Dia pun
minta bantuan ke teman yang diboncengnya. Temennya hanya menggelengkan
kepala pertanda gi tongpes (maklum penganggur abadi). Mau minta
kembalian ke pak polisi ga enak. Mau tukar uang disekitar TKP ga ada
pedagang. Satu2nya yang tampak pedagang tukang bubur ayam. Setelah pamit sebentar ke pak polisi Kamsuy pun meninggalkan
motor dan temannya lalu ngeloyor jalan kaki kesana.
Polisi
itu pun membiarkan Kamsuy pergi dan sepertinya sudah bisa menduga:
kalo orang itu mau tukar duit. Namun apes dech. Mau tukar uang
disitu, katanya baru dapat Rp.30 ribu. Tak ada cara lain bagi Kamsuy,
harus makan bubur ayam dulu. Kamsuy pun memberi isyarat pada temannya
untuk datang menghampiri. Kini tinggal polisi itu berdiri menunggu
disamping motor si Kamsuy.
Kebetulan
lapar dan dahaga Kamsuy dan temannya di siang yang terik itu lumayan
menyiksa. Mereka pun dengan lahapnya menyantap bubur ayam lengkap dengan es teh manisnya. Sekali2 mereka nengok ke pak Polisi yang
sepertinya sudah kegerahan. Sudah berkali-kali pak polisi itu
mengeluarkan saputangan untuk mengusap keringat di mukanya. Setelah
sekitar 30 menit berlalu, Kamsuy dan temannya pun kembali menuju
motornya yang ditunggu pak Polisi dengan setianya.
Kamsuy:
“Maaf pak tadi mau tukar uang tapi ga ada. Katanya cuma ada Rp.30
ribu, jadi kami terpaksa makan bubur ayam dulu. Bubur ayam dengan es teh manisnya maknyuss banged pak, bener pak, sumpah. Sekarang giliran
bapak dech makan bubur ayamnya. Ini pak Rp 25 ribu. Saya ikhlas, semoga barokah
ya pak...”
Polisi: “Sini cepet...kalian itu ga punya perasaan..!!”
(Pak
Polisi itu pun segera pergi dengan menggunakan motornya dan sangat
kulihat dengan jelas menuju tukang bubur ayam...).
Catatan:
Cerita ini full rekayasa. Bukan kejadian sebenarnya dan tak ada niat
untuk merendahkan citra Polisi. Cerita ini hanya untuk tujuan hiburan
semata. Saya percaya saat ini tak ada polisi yang berperilaku seperti
itu. Tentu saja, kecuali para oknum yang dengan sengaja
menyalahgunakan kewenangannya sebagai polisi lalulintas.