Begitu banyak pendapat ulama tasawuf yang menjelaskan tentang arti tasawuf yang hakiki. Ada ratusan pendapat bahkan ribuan yang berupaya mengupasnya. Al Junaid, misalnya, yang menyatakan bahwa tasawuf adalah kebenaran yang mesti engkau tegakkan dalam hidup dan matimu. Sedangkan orang yang mengamalkan ilmu tasawuf disebut sebagai SUFI.
Menurut Basyar bin Al Harits, sufi ialah orang yang bersih hatinya dan selalu mengingat Allah SWT. Menurut Umar bin Utsman Al Makky, hendaknya setiap orang memperhatikan waktu, mengutamakannya dan memanfaatkannya dengan bijak. Menurut Ruwaim, tasawuf itu dibangun diatas tiga amalan, yakni menerima kefakiran, berlaku murah hati dan keramahan dan tidak banyak keinginan (terhadap dunia).
Sedangkan menurut Sahal, Sufi ialah orang yang bersih hatinya dari kotoran batin. Ia senantiasa berfikir dan berzikir. Baginya, emas dan batu koral adalah sama, karena yang diutamakan hak Allah daripada hak manusia.
Tentang amalan terbaik
Di kota Madinah pernah berdiam seorang ahli hikmat dan sufi mengagumkan. Setiap ucapannya memancarkan mutiara cemerlang dan bermutu manikam tinggi. Beliau adalah Abu Darda R.A.
Ia senantiasa menyampaikan pertanyaan kepada masyarakat di sekelilingnya: "Wahai, maukah anda sekalian, aku kabarkan amalan-amalan terbaik. Amalan bersih di sisi Allah yang dapat meninggikan derajat anda. Suatu amalan yang lebih baik daripada memerangi musuh dengan menebas batang lehernya. Serta lebih baik dari uang mas dan perak?"
Para pendengarnya tertegun lalu merapat ke muka Abu Darda karena keingintahuannya. Mereka bertanya: "Apakah itu wahai Abu Darda?" Lalu Abu Darda mulai menyampaikan wejangannya dengan wajah berseri-seri. Abu Darda menjawab: "Dzikrullah...." Menyebut serta mengingat nama Allah: "Wa-ladzikrullahi akbar..." Dan sesungguhnya dzikir kepada Allah itu lebih utama.
Abu Darda r.a. ahli hikmat yang besar di zamannya. Beliau adalah seorang insan yang telah dikuasai kerinduan yang amat sangat untuk melihat dan menemukan hakikat. Dan sungguh ia telah dapatkan dan temukan. Ia telah mendapatkan kunci untuk iman dan taqwa kepada Allah dan Rasul-Nya dengan iman dan taqwa yang kuat nan kokoh. Keimanan itu beliau jadikan jalan utama dan satu-satunya guna mencapai hakikat.
Abu Darda senantiasa mampu melawan hawa nafsunya dan mengekang diri untuk memperoleh mutiara batin yang sempurna demi mencapai tingkatan tertinggi. Yaitu tingkatan tafani rabbani dengan memusatkan fikiran, perhatian dan amaliahnya hanya kepada Allah. Menjadikan seluruh kehidupannya semata bagi Allah Rabbul'alamin.
Kini marilah kita belajar pada ahli hikmat itu! Kesuciannya tampak dari sinar cahaya di sekeliling keningnya. Bau semerbak tertiup dari arahnya. Sebagai cerminan cahaya hikmat dan harumnya iman. Beliau adalah seorang laki-laki yang senantiasa merindukan bertemu dengan Tuhannya. Suatu pertemuan bahagia. Kebahagiaan yang tiada taranya.
Pernah ibu Abu Darda ditanya orang, tentang amalan apa yang paling di senangi sang Sufi ini. Lalu ibunya menjawab: "Ia gemar bertafakur, berdzikir dan mengambil i'tibar atau pelajaran dari kehidupan dan segenap ciptaan Allah SWT!"...Wallohu'alam bishawab...