Secangkir
Anggur Merah (Edisi-18)
*) Tulisan
ini didedikasikan untuk rekan kita, Alm. Ramlan (semoga arwah beliau
mendapat tempat terbaik di sisiNya) yang mempertanyakan masalah
kesenjangan perbedaan ini kepada saya)
Apabila kita
bertanya pada seseorang, apa yang diharapkan dari kehidupan ini?
Jawaban paling top, pasti, ingin mendapatkan kebahagiaan, kelezatan
dan kenikmatan hidup di dunia dan akhirat. Ingin beroleh kehidupan
tenang, tentram, bahagia, sejahtera, serta terjamin keselamatan dan
kesehatannya. Singkat kata, ingin meraih keselamatan di dunia dan
akhirat dalam naungan ridho Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Harapan untuk mencapai
tujuan hidup itu, tentu berlaku untuk semua orang, tidak terkecuali
bagi karyawan. Atau secara khusus bagi karyawan, pasti mengharapkan
agar terhindar dari segala macam bentuk musibah dan penyakit. Baik di
perjalanan saat pergi dan pulang kantor, maupun di lingkungan saat
bekerja. Ujung-ujungnya ingin berkumpul bersama keluarga dan
menikmati rezeki yang barokah.
Sekarang, jika kita
bertanya pada Manajemen, apa yang diharapkan dari karyawannya?
Pastinya berharap agar seluruh karyawan, dapat bekerja dengan tenang,
disipilin, terampil, produktif, jujur, dan bertanggung jawab. Bahkan
berharap pula agar terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya. Sebab
melalui pekerja yang demikian lah, maka perusahaan akan mampu
mencapai tingkat produktivitas perusahaan yang diharapkan.
Dengan demikian jelas lah,
bahwa masing-masing pihak sesungguhnya mempunyai harapan sama.
Mencapai produktivitas kerja yang tinggi serta terhindar dari segala
bentuk musibah dan penyakit. Akhirnya, berharap perusahaan dapat
berkembang semakin maju menuju kejayaannya, sehingga seluruh
stakeholders, termasuk karyawan didalamnya, lebih sejahtera.
Jika ada kesamaan harapan
seperti itu, lantas mengapa Manajamen membedakan perlakuan dalam
berbagai hal? Perbedaan dalam
perlakuan memberikan fasilitias kesehatan, misalnya, acapkali
terlalu senjang. Walaupun itu bisa kita terima dengan sepenuh mafhum.
Perbedaan yang terasa mencolok itu antara lain perlakuan kesehatan
terhadap band I – III dibandingkan dengan band IV – VII.
Padahal kita
belum lagi berbicara tentang perbedaan lainnya yang sepertinya masih
belum puas mendera para wong cilik Telkom. Perbedaan dari sisi THP,
fasilitas dan tunjangan, misalnya, rupanya masih belum cukup mampu
menunjukkan bahwa betapa semakin lebarnya kesenjangan yang terjadi.
Tentu saja
kaum wong cilik bukan tidak mensyukuri apa yang telah diterima dari
perusahaan selama ini. Apalagi kalau itu terkait dengan limpahan
rezeki dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemeberi Rezeki. Hanya saja
barangkali perlu dilakukan penataan dan kebijakan ulang agar
kesenjangan menyoal kesejahteraan saat ini tidak terlalu ekstrim.
Terlebih
dalam hal kesehatan yang tak hanya merupakan kebutuhan mendasar
manusia. Namun juga bagi manajemen ditujukan untuk mencapai tingkat
produktivitas kerja yang diharapkan. Lalu mengapa harus terjadi
perbedaan, mengapa manajemen harus pelit hanya soal USG saja,
misalnya. Belum lagi menyoal biaya rawat-inap, biaya operasi dan
obat yang acapkali kaum wong cilik harus nombok biaya dibuatnya.
Rupanya falsafah tentang kesehatan perlu direnungkan kembali oleh
rekan-rekan HR yang notabene sebagai ”eksekutor” dalam kebijakan
ini.
Tampaknya
SEKAR pun harus turut ambil bagian memikirkan dan memberikan
solusinya. Ingat bahwa ukuran keberhasilan SEKAR itu, tak bisa diukur
dari kemampuannya atau keberhasilannya melengserkan Manajemen. Atau
melakukan investigasi dan demo akibat kebijakan yang jomplang. Namun
yang lebih penting justru bagaimana agar keberadaannya mampu
memberikan arti kesejahteraan yang essensial bagi kaum wong cilik.
Beberapa
waktu lalu kita diberikan jasprod. Memang berkat perjuangan SEKAR
mengalami kemajuan. Kini range atau rentang perbedaan yang terjadi
dari yang mendapat jasprod terbesar dengan terkecil adalah empat kali
lipat. Padahal sebelumnya mencapai tujuh kali lipat. Ini adalah kisah
sukses Sekar yang perlu mendapat ganjaran dua jempol.
Namun
sukses sesungguhnya adalah apabila Sekar mampu menjungkirbalikan
fakta dimana band VII mendapat empat kali lipat dibanding band I.
Misalnya pendapatan jasprod Band VII Rp. 20 jt dan Band I mendapat
Rp.5 jt. Jika terjadi seperti ini ha ha ha ha...bukan hanya
menunjukkan kehebatan SEKAR. Namun do’a para wong cilik kepada para
pejabat yang bijak akan semakin kental dan lebih fokus. Barangkali
akan demikian bunyi do’anya:
”Terima
kasih Ya Allah, Ya Tuhan Kami, Semoga Manajemen yang bijak itu
diberikan kesehatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Semoga
beliau-beliau itu mendapat limpahan karunia, taufik dan hidayahMu.
Semoga mendapat rezeki yang semakin melimpah serta senantiasa
mendapat lindunganMu. Kiranya Engkau membukakan pintu hati para
Senior Leader, BOD dan BOC itu untuk senantiasa mengambil kebijakan
yang sesuai dengan kemurahanMUsehingga melalui tangannya terlahir
kebijakan terbijak yang lebih berpihak pada kaum wong cilik dan para
pensiunan.
Nah apa para
petinggi Telkom tak ingin kah mendapat d’oa-doa’a dari kaum wong
cilik seperti itu? Kiranya dapat direnungkan...
===N425