Bahwa UUD 1945 telah memberikan hak dasar kepada setiap warga negara, termasuk kaum pekerja / karyawan untuk secara bebas berserikat dan berkumpul. Demikian pula UU No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, dengan tegas menyatakan bahwa pekerja / buruh memiliki kebebasan untuk berserikat tanpa ada pihak lain yang berhak menghalanginya.
Konvensi ILO No. 87 tentang freedom of
association dan No. 98 tentang Collective Bargaining yang telah
diratifikasi oleh Pemerintah RI, seharusnya menjadi pijakan bagi
semua pihak untuk bersama-sama membangun sistem hubungan industrial
yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Dan serikat pekerja / karyawan adalah
salah satu pelaku hubungan industrial yang harus dihormati
keberadaannya.
Belajar dari pengalaman Serikat Pegawai
Bank Mandiri (SPBM) yang telah melaporkan Manajemennya kepada pihak
kepolisian dalam hal ini Markas Besar Kepolisian RI atas tindak
pidana kejahatan anti serikat pekerja pada tanggal 7 Nopember 2007.
Menuntut agar Manajemen Bank Mandiri dijatuhkan sanksi pidana 5 tahun
penjara dan denda sebesar Rp. 500.000.000,-.
Satu diantara beberapa tindakan anti
serikat yang dilakukan pihak Manajemen Bank Mandiri dengan cara-cara
yang terencana dan sistematis yang indikasinya sangat jelas terlihat
dengan adanya sejumlah tindakan melawan hukum dari Manajemen Bank
Mandiri adalah :
Manajemen menjatuhkan sanksi berupa
surat-surat peringatan kepada para anggota SPBM yang ikut aksi unjuk
rasa (bukan mogok kerja) pada tangal 4 Agustus 2007..
Bahwa oleh karena itu, dengan mengacu
kepada pasal 28 dan 43 UU No. 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh : Pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa
pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus
atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh dengan cara : Melakukan pemutusan hubungan
kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan
mutasi; Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; Melakukan
intimidasi dalam bentuk apapun; Melakukan kampanye anti pembentukan
serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 43 (1) Barang siapa yang
menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Indikasi kejahatan anti serikat di
Telkom
Akibat kegiatan Apel
Siaga Mendukung Suksesnya PKB-IV yang dilakukan Serikat Karyawan
Telkom (SEKAR TELKOM) di Yogyakarta (17/07-2009) dan Surabaya
(24/07-2009) maupun tulisan-tulisan pengurus Sekar Telkom di website
Sekar Telkom (http://sekar.telkom.co.id) dalam rangka mensukseskan
Perjanjian Kerja Bersama ke-IV (PKB-IV) dan goalnya Bantuan
Peningkatan Kesejahteraan (BPK) sebesar 2 kali THT, Manajemen Telkom
di tingkat Pusat (Korporat) maupun Manajemen Telkom di Regional telah
melakukan tindakan MEMUTASIKAN beberapa Pengurus SEKAR TELKOM Telkom
serta adanya indikasi tindakan pemberian sanksi kepada Salah Seorang
Pengurus DPP SEKAR TELKOM.
Di Kalimantan, indikasi tindakan anti
serikat semakin jelas terlihat dengan munculnya larangan pemasangan
spanduk tuntutan BPK terlebih Spanduk SEKAR TELKOM yang sudah
dipasang di Halaman Kantor Telkom DIVRE-VI diturunkan secara paksa
dengan cara mengirim petugas Manajemen untuk menurunkan sendiri
spanduk SEKAR TELKOM.
Tindakan Manajemen seperti itu tidak
saja mengindikasikan upaya menghalangi kebebasan menyampaikan
pendapat namun juga bisa menimbulkan benturan horisontal antara
pengurus sekar dengan karyawan Telkom sebagai anggotanya dan
seyogyanya dilaporkan kepada Pihak Kepolisian sebagai tindak pidana
kejahatan anti Serikat sesuai UU Nomor.21 tentang Serikat Pekerja /
Buruh.
Langkah hukum tersebut patut dilakukan
semata-mata karena kecintaan para karyawan Telkom yang tergabung
dalam SEKAR TELKOM kepada Telkom yang sangat dicintainya yang telah
memberikan penghidupan kepada para karyawan, pensiunan beserta
seluruh keluarganya. Dimana pihak SEKAR TELKOM tidak
menginginkan TELKOM dikelola secara tidak profesional dengan
menginjak-injak hak-hak dasar Karyawan.
SEKAR TELKOM ingin
TELKOM Mandiri tumbuh dan berkembang menjadi Perusahaan yang semakin
besar, menguntungkan dan kompetitif dengan suasana kerja yang sehat
dan kondusif. Apalagi TELKOM merupakan sebuah Perusahaan
Telekomunikasi plat merah terbesar di negeri ini yang seharusnya
menghormati hak-hak dasar karyawannya untuk berserikat malah mendapat
rintangan dan tekanan yang luar biasa dari pihak Manajemen. (Tim
Perunding Sekar).
==================
Sumber :
1.
UUD’45
2.
pasal 28 dan 43 UU No. 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
3.
Konvensi ILO No. 87 tentang freedom of association dan No. 98 tentang
Collective Bargaining
yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI.
4.
http://www.berpolitik.com/