Pelatihan dan Pemantapan Wawasan Kebangsaan bagi Karyawan TELKOM usai sudah. Pelatihan berlangsung pas tujuh hari (11-17/12) di Lembaga Ketahanan Nasional RI (LEMHANNAS). Ada 104 oarang Telkom digodok-gembleng di dalamnya. Mereka mayoritas pengurus SEKAR (termasuk penulis sendiri). Selebihnya dari Manajemen yang diwakili para senior leader yang sebagian dari deputy GM Datel seluruh Indonesia.
Tapi, Ah, apa yang melatarbelakanginya sehingga karyawan TELKOM harus diberikan pelatihan semacam itu? Apa tujuan dan urgensinya? Mengapa harus dengan Lemhannas? Mengapa prakarsanya datang dari STMB dan bukan TTC? Seberapa besar manfaatnya bagi individu karyawan dan perusahaan? Seberapa jauh korelasinya dengan kepentingan bisnis Infokom? Adakah tujuan khusus yang ingin dicapai? Atau malah sekadar proyek guna menyerap anggaran akhir tahun? Tentu ada sejumlah pertanyaan lain yang boleh jadi lalu-lalang dalam pikiran anda.
Ide dasar itu
Ide dasar lahirnya pelatihan dan pemantapan wawasan kebangsaan ini tergolong unik. Memang tak serta merta terjadi begitu saja. Ada proses dan cikal bakal yang mengantarnya. Diawali pertemuan SEKAR dengan beberapa petinggi dari Wantannas (Dewan Ketahanan Nasional) di Jakarta dan Jogja. Lalu menukik masuk ke lobby para petinggi Lemhannas.
Awalnya, tentu saja, sebagai upaya pendekatan SEKAR terkait pro-kontra persoalan regulasi implementasi kebijakan Kode Akses SLJJ (KAS). Menurut tengokan SEKAR ada kerawanan dari sisi ketahanan nasional. Yang jika dibiarkan bisa cukup riskan dan lumayan menyesakkan dada. Karena itu perlu disampaikan kepada beliau-beliau yang kompeten di bidang tannas. Paling tidak, mereka sudah tahu dan turut bersaksi bahkan telah diajak kompromi jika kelak kode akses harus dibuka. Terutama efeknya terhadap ketahanan nasional.
Upaya SEKAR ke Wantannas dan Lemhannas itu memang merupakan kiat dan strategi untuk melakukan pendekatan-pendekatan ke berbagai opinion leader yang memiliki kekuatan opini untuk merubah sebuah kebijakan. Sebagaimana disampaikan oleh Sekjen Sekar, Amir Fauzi yang dibenarkan oleh Ketum Wartono Purwanto, bahwa telah dilakukan pendekatan-pendekatan yang baik antara lain ke Menkominfo/Ditjen Postel, BRTI, DPR, Istana Negara, bahkan sampai ke PBNU. Cara ini dipandang SEKAR cukup sopan, lumayan santun dan sangat elegan untuk mencari solusi terbaik persoalan KAS.
Namun apa daya, tak semua harapan berbuah kenyataan. Hasilnya KAS harus tetap dibuka pada 4 April 2008 di kota pertama Balikpapan. Lantas ketika dilakukan pertemuan SEKAR dengan Wakil Gubernur Lemhanas, Mayjen Totok, ada ide sebagai cara lain yang perlu ditempuh. Menurut Mayjen Totok daripada SEKAR melakukan demo di jalanan, kan, lebih baik dibicarakan secara gentle dengan unsur Lemhannas.
Dari hasil beberapa kali pertemuan muncul ide untuk menjalin kerjasama melalui pelatihan. Soalnya lewat pelatihan ini dapat menghasilkan suatu rekomendasi yang akan disalurkan pihak Lemhannas. Maklum saja, Lemhannas memang memiliki otoritas untuk itu dan suaranya (rekomendasinya), konon, sangat didengar dan mendapat prioritas perhatian Pemerintah.
Prakarsa pun lalu dirintis oleh Ketua I DPP SEKAR, Bambang Boediono (Panglima Besar KAS), yang kebetulan beliau juga dalam kapasitas sebagai Direktur Operasional STMB. Singkat kata inti cerita, lahirlah Pelatihan dan Pemantapan Wawasan Kebangsaan ini. Jadi bisa dimaklumi jika peserta Angkatan pertama ini lebih banyak diisi oleh peserta dari pengurus inti Sekar se-Indonesia. Sementara untuk angkatan berikutnya boleh jadi anda pesertanya.
Under attack!
Dirut TELKOM, Rinaldi Firmansyah, menyambut baik pelatihan ini. Menurut dia pelatihan dan pemantapan wawasan kebangsaan ini sangat penting. Ini merupakan bagian dari pembentukan karakter karyawan Telkom. Terutama dalam menyikapi situasi dan kondisi perusahaan pada akhir-akhir ini.
Dalam pandangan dirut, pelatihan seperti ini memang harus terjadi. Biasanya ada dua hal penyebabnya. Pertama, saat kondisi kita yang tengah mengalami kondisi under attack, atau ketika kita berada di bawah tekanan/serangan. Dan yang kedua, pada saat kita berada di luar zona kenyamanan (comfort zone).
Namun tak cukup itu. Ada persoalan lain yang cukup urgent. Kata dirut, yang namanya kebangsaan itu mempunyai pengertian dalam sekali. Orang Indonesia itu, tentu termasuk karyawan Telkom, masih kurang rasa nasionalismenya. “Boleh dibandingkan dengan rasa nasionalismenya orang Amerika. Lihat saja dalam film-film Amerika biasanya diawali dengan kibaran bendera AS. Walaupun hanya sedikit saja bagian yang dikibarkan, namun itu sudah cukup memberikan isyarat tingginya rasa nasionalisme mereka,” ujar dirut. Sementara di Indonesia, bendera dikibarkan hanya pada saat upacara dan beberapa hari kemerdekaan saja.
Yang menarik dan menjadi salah satu kebanggaan bagi saya, kata dirut, bahwa dari pelatihan ini menghasilkan suatu rekomendasi kepada pemerintah yang akan disalurkan oleh Lemhannas sendiri. Dari rekomendasi yang diusulkan angkatan ini, sangat baik sebagai suatu wacana. Dan saya nilai sangat positif.
Di bagian wejangan lain, dirut menyampaikan bahwa kompetisi adalah sebuah keniscayaan. Dan terpenting harus menjadi titik tumpu utama. Kita telah berada dalam kompetisi yang sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini, apakah kita sudah menjadi top of mind dari customer atau tidak. Misalnya, untuk produk Flexi, Speedy dll. Ini artinya kita harus tetap fokus pada quality, cost, value, respons time dan delivery. “Di era kompetisi ini kita harus tetap berada selangkah lebih maju dibanding kompetitor,” harap dirut.
Dirut pun mengharapkan, pelatihan ini menjadi suatu daya dorong untuk lebih mencintai perusahaan. Berharap agar kita bisa menjadi lebih kompak dan solid dalam upaya turut memajukan perusahaan dan bangsa. Selain tentu saja harapan diperolehnya manfaat bagi setiap individu karyawan. Sehingga dapat pula dijadikan sebagai upaya pembinaan mental, spiritual dan peningkatan knowledge. Hendaknya dapat dijadikan sebagai penambah tenaga besar untuk menghasilkan karya besar. Sedangkan untuk organisasi SEKAR tentunya akan menjadi bekal yang sangat bermanfaat. Sehingga keberadaan SEKAR menjadi semakin matang dan bertambah baik.
Masa golden growth
Menurut Gubernur Lemhannas, Prof. DR. Munadi, SH, Industri telekomunikasi tengah masuk pada masa golden growth atau pertumbuhan emas. Dalam masa seperti ini semakin banyak permamalahan-permasalahan yang menyentuh sisi kebangsaan sekaligus dengan berbagai ancamannya. Melalui pelatihan Wawasan Kebangsaan ini, kata Munadi, peserta diarahkan untuk lebih terampil dan cakap untuk memecahkan masalah. Tidak terkecuali permasalahan di industri telekomunikasi. Karena itu dalam forum diskusi dilakukan secara bebas dan terbuka untuk membedah persoalan hingga menusuk pada inti persoalan.
Dalam kacamata Munadi, Indonesia tengah menghadapi masa paling kritis yang harus menjadi keprihatinan seluruh komponen bangsa. Terutama semakin konsumtifnya kita terhadap produk impor. Hal ini diakibatkan oleh lemahnya perhatian kita pada industri manufaktur lokal. Inilah yang harus mendapat perhatian dan menjadi tanggung jawab kita untuk kembali mencintai produk sendiri. Tidak terkecuali pada industri telekomunikasi yang salah satu pemainnya adalah Telkom, maka peamanfaatan produk kita sendiri harus menjadi prioritas.
Kami memahami, lanjut Munadi, bahwa tuntutan Telkom saat ini untuk mampu berkompetisi secara global. Padahal kondisi kompetisi semakin mengarah ke hyper competitive. Hendaknya ilmu yang di dapat di Lemhannas ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan diimplemtasikan di tempat kerja. Raihlah prestasi terbaik dan berikan pengabdian yang tulus kepada perusahaan, bangsa dan negara.
Kentalnya nilai kebangsaan
Apakah pelatihan ini perlu dilanjutkan untuk angkatan berikutnya? Menurut Sekjen Sekar, Amir Fauzi: Perlu!. Terutama sentuhan pada nilai-nilai kebangsaannya yang terasa kental. Jadi sangat wajar kalau nilai kebangsaan ini disegarmantapkan kembali. Apalagi pelatihan ini, kata Amir, sangat penting jika dikaitkan dengan isu-isu saat ini yang tengah berkembang menimpa perusahaan. Misalnya, saat ini dimana kita banyak menerima tekanan regulasi. Atau semakin banyak pebisnis yang kurang berpihak kepada kepentingan nasional. Mereka lebih suka dan bersikeras pada business oriented. ”Ini sangat tidak baik untuk masyarakat dan tidak kondusif untuk ketahanan nasional kita,” tandas Amir.
Selain itu melalui pelatihan semacam ini dapat dikupas secara langsung dan terbuka serta dihadapkan langsung dengan pejabat pembuat kebijakannya. Contoh: diskusi menarik dan memanas menyoal KAS yang menghadirkan tiga panelis dari Ditjen Postel, BRTI (diwakili Koesmarihati) dan Anggota DPR Kom III dengan moderator dari STMB.
Adapun manfaat lain pelatihan ini, kata Amir, sangat baik untuk meningkatkan jiwa korsa dan pembentukan spirit tumbuhnya rasa bangga kepada perusahaan sebagai national flag carrier. Saat ini jiwa korsa karyawan Telkom mengalami iritasi yang jika dibiarkan akan menimbulkan berbagai masalah kerjasama di lingkungan internal kita. Karena itu, selain pentingnya pelatihan ini, juga bintal untuk calon karyawan harus diaktifkan kembali. Bintal sebagaimana dilaksanakan di Pusdikhub yang lalu sangat baik untuk menumbuhkan jiwa korsa.
Sementara Ketum Sekar, Wartono Purwanto, disinggung seputar perjuangan terkait KAS, bung Ipung lebih suka menyikapinya dengan cara mengambangkannya saja. Setidaknya untuk tiga bulan ke depan hingga pembukaan KAS di Balikpapan. Kami harus cooling down dulu. Kami akan mengevaluasi kembali dan introspeksi atas serangkaian langkah Sekar selama ini. Dan yang terpenting kami harus membangun kembali untuk menata ulang dalam menggalang sinergi yang lebih baik lagi dengan Manajemen.
Bung Ipung mengatakan bahwa perjuangan KAS akan tetap dilakukan. Namun melalui pendekatan berbeda. Antara lain kami akan melakukan dialog-dialog dalam suatu forum terbuka dengan berbagai kalangan. Misalnya, melakukan FGD (focus group discusion) atau KMB (konferensi meja bundar) dengan melibatkan tokoh-tokoh penting yang lebih care dan faham persoalan KAS.
Harapan SEKAR, manajemen masih tetap berkomitmen terhadap persoalan KAS. Adapun dampak dari perbedaan persepsi demo yang lalu dipandang SEKAR sebagai suatu kewajaran. SEKAR dan Manajemen berada dalam domain yang berbeda. Kita harus bisa memakluminya. ”Namun yakinlah bahwa antara SEKAR dan Manajemen tetap mempunyai tujuan sama untuk memajukan perusahaan dan menyejahterakan karyawannya,” tandas Ketum Wartono Purwanto.
Punya bobot tersendiri
Dari 17 materi yang disajikan rupanya tak melulu bicara menyoal ketahanan nasional. 70% pembahasan lebih dititikberatkan pada ulasan seputar seluk beluk industri telekomunikasi di tengah era globalisasi. Dari sini sudah dapat diterka kalau pelatihan yang merupakan hasil kerjasama TELKOM, STMB dan Lemhannas ini memiliki bobot tersendiri.
Pembicara terdiri dari para pejabat Eselon I Departemen terkait serta para pejabat yang memiliki kontribusi atau punya peran penting sebagai pengambil kebijakan. Misalnya, dari Menkominfo, Ditjen Postel, BRTI, Bapennas, Depkeu, Gubernur dan Deputy Gubernur Lemhannas beserta para Staf Ahli Pengajar Lemhannas, DPR, mantan BOC, BOD (Dir EWS dan Dir HCGA), serta dari kalangan akademisi (dosen). Alhasil, pelatihan dan pemantapan Wawasan Kebangsaaan ini benar-benar ruarrr..biasa.. (nanas@telkom.co.id)
Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...
-
Islam (Arab: al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama in...
-
Benarkah bahwa manusia itu berasal dari kera? Pastinya kita akan protes keras. Bahkan dengan segenap sumpah akan menyangkalnya. Tak ada ...